Kamis, 14 September 2017

Coba Lihat Makanmu, Sudah Sehatkah?

Hulllaaa back again with mehhh! 

Kali ini aku bakal berbagi sesuatu yang berkaitan dengan kesehatan. Di semester lima  sekarang ini aku mengambil mata kuliah (matkul) komunikasi kesehatan (komkes) and I found it interesting. Dari matkul komkes aku jadi belajar melipir-melipir kaya temen-temen kesehatan masyarakat. Belajar permasalahan kesehatan apa yang menjadi prioritas di Indonesia saat ini, faktor, dan cara mengatasinya. But well, since aku anak komunikasi maka cara mengatasi tersebut adalah secara promotif preventif. Karena kan aku tidak belajar obat-obatan dan suntik-suntikan peeps.

Kebetulan kemarin aku menemukan bahwa gizi buruk adalah salah satu permasalahan fundamental Indonesia. Simply, karena gizi buruk dapat menghambat bonus demografi. Sumber daya manusia yang kurang berkualitas akan memperlambat Indonesia menuju Indonesia Emas. Salah satu langkah promotif preventif yang dilakukan pemerintah untuk menangani gizi buruk adalah melalui Gerakan Masyarakat Hidup Sehat (GERMAS). Instead of talking bout malnutrition, aku mau sharing tentang GERMAS dan penerapannya di kehidupanku sehari-hari.

GERMAS menurut Kementerian Kesehatan Republik Indonesia adalah sebuah tindakan sistematis dan terencana yang dilakukan oleh seluruh komponen bangsa dengan kemauan, kesadaran, dan kemampuan untuk meningkatkan kualitas hidup. Terdapat tujuh poin dalam GERMAS yang bisa dilihat di gambar di bawah ini:

sumber: depkes.go.id
Kalau dilihat dari penempatan dan ukuran gambar poin diatas, bisa diketahui ada tiga poin utama GERMAS. Buat aku yang paling menarik adalah poin mengonsumsi sayur dan buah karena letaknya yang berada di tengah. Selain itu menurutku mengonsumsi sayur dan buah adalah langkah GERMAS yang paling mudah untuk dilakukan. Mengapa? Karena sayur dan buah bisa didapatkan mulai di pasar tradisional, pasar modern, swalayan, bahkan mall. Selain itu harga sayur dan buah juga relatif murah sehingga terjangkau bagi seluruh lapisan masyarakat. Tapi lain cerita deh kalo beli sayur dan buahnya di supermarket mall yang mehong bcs of rata-rata adalah import plus ditambah sama pajaknya yang tinggi. Hehehehe....... *ngintip dompet*

Berbicara masalah makan, jujur aku termasuk orang yang peduli dengan apapun yang aku konsumsi. Meskipun aku belum bisa rutin berolahraga, tetapi aku selalu berusaha makan makanan yang sehat. Nggak hanya makanannya aja, tapi juga kebersihan dari tempat makan dan lingkungan sekitarnya

Sejak SD aku tuh nggak pernah dibiasakan untuk jajan sembarangan di depan sekolah. Ibu selalu ngewanti-wanti aku untuk nggak beli ataupun minta punya teman. Di usia sekecil itu Ibu berusaha memberikan penjelasan kenapa aku tidak diperbolehkan. Ibu menjelaskan mulai dari kualitas bahan dan juga kebersihan dalam pembuatannya. Wuaaah, sebenernya hard to understand juga sih ya. Sebagai anak kecil kan mudah tertarik sama jajanan depan sekolah. 

Sebagai gantinya, Ibu akhirnya rajin buatin camilan kaya jajanan depan sekolah. Kata Ibu, ini tuh adalah bentuk kompensasi karena aku sudah nurut nggak jajan sembarangan. Karenanya aku juga jadi suka nyamil (WKWK). Kalau di kuliah, biasanya jam 10 atau jam 3 sore sudah mulai masuk masa-masa kritis laper tapi sudah makan (WKWK). Is it only me yang suka kelaperan di waktu-waktu nanggung? Kupikir aku manusia mudah lapar since teman-temanku jam 10 biasanya baru sarapan. Sedangkan aku sarapan jam 5-set6 pagi. But recently aku baru tau dari dosen komkes bahwa that's normal. Di jam kritis, lapar tapi sudah makan, adalah hal yang wajar. Makanya itu ada waktu afternoon tea atau coffee break dan kita bisa mengatasinya dengan makan camilan. 

Kalau sekolah dan bahkan sampek kuliah Ibu tetap membiasakan aku membawa bekal buat makan siang di sekolah. Alhasil sampek sekarang aku pun juaaaaraaaaaaaaang bangeeeeeeeeeet jajan di kantin. Yah ini sih karena sudah alah bisa karena terbiasa. Aku nggak bakal beli makan di kantin kalau emang kepepet. Meskipun misal Ibu barusan dateng dari Jakarta dan nggak sempet masak yang ribet pun, Ibu bakal tetep membawakan aku bekal meski sederhana.

Bukan hanya perkara jajan aja. Aku sejak kecil nggak mau konsumsi makanan yang mengandung kolesterol like jeroan. Mau kek jeroan bentuk apapun aku nggak akan mau karena aku tau itu nggak baik buat kesehatanku. Dari yang paling umum kaya usus atau kikil sampek yang menurutku paling absurd kaya otak, paru, atau lidah. Liatnya aja aku udah geli (hehe). Padahal keluarga pun juga mau makan jeroan. Paling parah sih ketika anemia kambuh dan disuruh makan hati ayam. Yaampun kalo mau makan berasa kaya anak balita yang kudu kejar-kejaran dulu. Dan kalau sudah ketangkep...makannya sambil kejer-kejer. Bapak ibu tuh sampek yang gemes tapi ya kasian melihatku (hehe). Memang nggak cuma hati ayam aja sih yang bisa naikin jumlah darah, bisa juga kaya bayam, terutama bayam merah, dan kurma. Tapi memang hati ayam yang kata dokter prosesnya lebih cepat untuk menambah darah. Jugaaa, tiap Idul Adha aku pun nggak mau makan kambing karena tau kalo bisa bikin tubuh bagian dalam kerasa panas (selain karena sedih liat kambingnya mewek pas disembelih *insert emot mewek*).

Setelah teknologi kian berkembang, aku juga jadi semakin strict dengan makanan karena udah bisa cari informasi di internet. Sejak SMA aku memutuskan untuk berhenti makan any kind of junk food dan soft drink dan teh. Dari ketiga hal tersebut, soft drink adalah yang pertama kali aku stop. Jujur waktu itu sempet baca kalau satu kaleng soft drink samadengan tujuh takar gula. Wuah, aku sudah mikirin yang nggak-nggak. Bayangin aja kalo kadar gula yang ada di tubuh kita berlebih... bisa memicu diabetes dong. Hm, tapi kan diabetes penyakit orang tua? Weits... kata sapose... sekarang tuh anak-anak remaja bisa juga punya penyakit kaya orang tua karena timbunan yang terlalu lama. 

Gambar terkait
sumber: pinterest.com
Iya kalau jaman dulu makan-makan 'enak' cuma sesekali aja. Lah sekarang? Karena lebih suka yang praktis dan serba instan, makan makanan 'enak' frekuensinya lebih sering. Akibatnya... ya tertimbun dan terjangkitnya nggak perlu nunggu tua. Aku punya beberapa teman SMA yang mereka sudah terkena penyakit-penyakit dalam like kolesterol, rematik, dan diabetes. Hooo... nggak mau dong aktifitas kita terhambat karena di usia muda gini sudah terkena penyakit yang aneh-aneh. Karena sudah komitmen untuk stop soft drink, saat ini kalau makan diluar selalu lebih milih minum air putih (yes, kalo kencan ngga nyusahin minum yang aneh-aneh HAHAHA).

Kemudian yang kedua aku berhenti konsumsi adalah junk food. Well, most of you might think I'm crazy karena...siapa sih anak remaja yang nggak tergiur dan suka dengan kenikmatan junk food? Ya kan? Iya tauuu... karena ku pun juga menganggap meski nggak sehat junk food tuh enak (aku tidak mau munafik, HAHAHAHA). But sadly, waktu SMA dokter bilang bahwa aku nggak kuat kena junk food. Sekalinya makan junk food... waduuuh muka langsung oily dan pimple-pimple on the face come sooner. Dan itu terjadi juga kemaren sekitar bulan Juni setelah makan chicken wings dari salah satu restoran cepat saji makanan itali. Nggak tanggung-tanggung yang awalnya 10 potong buat berdua sama Ibu, aku makan tujuh :) (tapi sumpah chicken wings itu enak... gimana dong T.T). Karena kejadian kemaren makanya buat kali ini sudah kapok dan nggak akan ngelanggar lagi hahaha. Gantinya ya banyak makan buah biar segarrr...

Ketiga adalah teh. It sounds weird but yea... dokter juga memberikan aku pantangan minum teh karena aku cenderung terkena anemia. Padahal dulu suka konsumsi teh hijau buat ngurusin badan (hehe). Sebagai gantinya ya kalau mau ngurusin badan aku lebih milih untuk minum air perasan lemon hangat dikasih gula atau madu sedikit. Daaan jugaaa... tidak lupa berlari-lari di treadmill. Terus waktu anemia kambuh, dokter bilang deh gaboleh minum teh, apalagi teh hijau dan terutama pada saat menstruasi. Sangat-sangat tidak dianjurkan untuk minum teh pada saat menstruasi yaaa peeps, terutama bagi kalian yang punya kecenderungan anemia. Sesekali aku juga masih suka minum teh hijau, biasanya kalau makan di restoran udon.

Well terlepas dari ketiga makan dan minum yang aku sudah jarang (bahkan tidak aku konsumsi) dan kebiasaanku untuk nggak jajan sembarangan... I'm not gonna say each of you harus mengikuti semua apa yang aku lakukan ini. It's okay kalau masih mau konsumsi jeroan, junk food, atau jajan sembarang. Untuk berhenti mengonsumsi makanan kan tentu butuh proses yang bertahap. Buttt... satu yang harus diingat adalah jangan terlalu sering mengonsumsi sesuatu yang berbahaya bagi kesehatan tubuh. Mulai sedikit perlahan dikurangi jumlahnya, kemudian dilanjut mengurangi frekuensinya. Karena bagaimanapun juga yang terpenting adalah memberikan tubuh dengan asupan gizi seimbang. Kamu adalah apa yang kamu makan. Sebab jika kekurangan atau kelebihan satu kandungan gizi tertentu maka akan bisa mempengaruhi kesehatan kita. 

Terus? Berarti selama ini makannya apa dong kalo ini nggak boleh itu nggak boleh? Aku pribadi sih sangat-sangat menikmati memakan sayur dan buah. Karena selain harganya terjangkau, bikin sehat, mengenyangkan daaan... nggak bikin gemuk. Kalau nggak suka... coba deh dikit demi sedikit dengan frekuensi yang lumayan tinggi. Artinya kalau nggak suka wortel, coba makan wortel selama dua-tiga hari berturut-turut dengan olahan yang berbeda. Coba juga kreasikan dengan resep-resep menarik yang kekinian. Kan banyak tuh di youtube cara mengolah sayur supaya menarik, enak, tapi tetap sehat. Dan kalau nggak terlalu suka buah, bisa dicoba dengan bikin salad atau di jus... yummyyy ^^

Sebagai tambahan, perlu diingat juga bahwa kesehatan isn't always 'bout physical health but also mental health. Sooo, selain perbanyak makan sayur dan buah, sama seperti poin GERMAS, jangan lupa berolahraga dan cek kesehatan secara rutin. Yuk mulai pola makan dan pola hidup sehat bcs tindakan mencegah or preventif are way better than mengobati or kuratif.

Beberapa hal diatas adalah sebagian cara dari bagaimana implementasi GERMAS di kehidupanku sehari-hari. Tiap orang pasti punya cara tersendiri yang sesuai dengan kondisi masing-masing. Kuharapa semoga bisa bermanfaat dan sehat selalu jiwa dan raga (dan perasaanmu) yahhh peeeps ^^

Ini caraku, mana caramu? Kuy, share ^.~

See yaaawww ~

Minggu, 27 Agustus 2017

Satu Dasawarsa

Tidak terasa, rupa-rupanya satu dasawarsa sudah aku tidak berkawan dengan tuts-tuts berwarna hitam putih di depan beberapa pasang mata. Terhitung sekitar enam atau tujuh tahun aku vakum darinya. Hingga Januari tahun lalu aku memberanikan diri untuk mengejar ketertinggalan. Bayangkan... tujuh tahun lamanya... Alasan aku memilih untuk kembali pada jalan ini sebenarnya sangat sederhana. Aku hanya ingin mengisi waktu-waktu senggang mengingat aktifitas kuliahku yang tidak terlalu padat. Ya, sedari awal aku memang telah memilih untuk menjadi mahasiswa yang langganan pulang, dan bukan sebagai mahasiswa yang menyibukkan dirinya dengan jadwal kepanitiaan ataupun organisasi yang sesak menjejali hari-hari. Sehingga, belajar piano adalah caraku untuk pandai-pandai mengisi waktu dan jalan yang kupilih untuk meningkatkan kualitas diriku.

Hari ini, aku kembali tampil bermain disaksikan oleh segilintir orang untuk pertama kalinya dalam sepuluh tahun belakangan. Bila boleh sedikit meminjam istilah dalam dunia Hallyu, hari ini aku melakukan comeback! Rasanya gugup bukan main. Tanganku keringat dingin tak seperti biasanya. Degup jantungku mulai sedikit tidak beraturan seperti saat doi memberikan ku senyuman (tolong jangan tanyakan siapakah gerangan doi yang kumaksudkan). Cemas yang menyelimuti tak bisa aku tutupi. Terlebih, bila biasanya aku termasuk dalam golongan mayoritas, namun kali ini...kebalikannya.

Lagu yang kubawakan adalah Sonatina in G HWV 582 milik G.F Handel. Lagu ini akan menjadi salah satu lagu ujian kenaikan tingkat yang akan kumainkan pada dua pekan kedepan. Terjadi sedikit insiden di awal permainan. Berulang kali aku melakukan kesalahan. Padahal, aku baru saja akan memasuki bar kedua dari lagu tersebut. Demam panggung. Ya...itulah yang kualami. Tiba-tiba aku seperti amnesia mendadak. Bagaimana bisa. Padahal aku sangat percaya diri dengan lagu ini. Saat dirumah aku tidak membutuhkan partitur untuk memainkannya. Bahkan, aku pun bisa memainkan lagu ini dengan memejamkan mata (memejamkan mata saat bermain adalah salah satu cara untuk menghafal dan menghayati kesesuaian antara tuts dan nada). Aku berusaha menarik napas panjang hingga memejamkan mata sejenak. Aku tidak boleh panik. Kalimat itu mengisi penuh hati dan pikiranku. Namun, akhirnya aku memutuskan untuk meminta mengambil buku ujianku. Syukur Alhamdulillah kemudian permainan berjalan dengan lancar.

Meski sedikit kecewa sebab 'comeback' kali ini tidak berjalan sesuai ekspektasi, tapi aku mengerti ini adalah bagian dari sebuah pembelajaran. Pertama, penampilan kali ini adalah penampilan perdanaku setelah sepuluh tahun lamanya. Kedua, aku meyakini bahwa sesuatu yang besar diawali dari hal-hal kecil. Agar aku dapat tampil bermain di skala yang lebih besar, tentulah aku perlu memijak terlebih dahulu penampilan dalam skala kecil. Oleh karena itu, penampilan kali ini juga merupakan ajang bagiku untuk membiasakan diri kembali untuk tampil di depan banyak orang. Ketiga, aku harus lebih giat berlatih. Biar banyak tugas terpikul di pundak, berlatih piano secara rutin tetap perlu dilakukan untuk menjadikan hari-hariku lebih berwarna. Meminjam sebuah quote yang sudah tak asing lagi, kupikir ini perlu mejadi catatan buatku:

Practice makes perfect

Bolah-boleh saja aku tertinggal sebab keputusanku untuk vakum selama tujuh tahun. Bolah-boleh saja aku menjadi satu-satunya yang berusia kepala dua diantara bocah-bocah dalam grade yang sama. Bolah-boleh saja aku menjadi minoritas sebab berbeda baik dari segi etnis maupun agama. Tetapi aku tahu dan yakin bahwa aku memiliki kesempatan belajar yang sama dengan mereka. Tidak pernah ada kata terlambat untuk belajar selagi selalu tertanam kemauan, kesungguhan niat, dan konsistensi. Dan untuk karena itu, aku harus tetap semangat berlatih agar kelak suatu saat nanti aku dapat mendapatkan lisensi sebagai seorang pengajar.

Jangan pernah lelah gapai mimpimu dan menekuni apa yang kamu senangi peeps ^^ Syemangaaattttsss πŸ˜„πŸ’• luvvvsss πŸŽΆπŸ’

*nb: biar video penampilan kali ini aku persembahkan untuk diriku sendiri sebagai bahan evaluasi agar dapat memberikan penampilan yang lebih baik lagi di kemudian hari :)

Jumat, 10 Maret 2017

MerindukanMu

Tidak terasa satu bulan telah berlalu setelah kepulangan kami sekeluarga dari tanah suci. Senang sekali rasanya dapat berkunjung ke rumah Allah yang selalu ramai diperbincangkan oleh banyak orang, semua masih terasa seperti mimpi! Didalam kerinduan yang kini tengah menggelayuti, bersamaan dengan alunan suara dari masjid, izinkan dan perkenankanlah aku untuk berbagi cerita sekaligus mengenang perjalanan kami di tanah suci.

Kami mengijakkan kaki pertama kali di Madinah pada sekitar pukul 10 malam. Baru saja selesai melewati imigrasi, setelah membuka tumpukan pesan di sosial media aku harus berurusan dengan nilai. Duh, sungguh membuatku khawatir, mengapa ketika aku telah nun jauh dari file tumpukan tugas ujian akhir aku masih harus memikirkan nilaiku yang kosong. Padahal tugas ujian akhir tersebut telah kukumpulkan pada saat jatuh temponya, tidak terlambat barang sedetik pun. Ah, sungguh dinyana, belum juga sehari kenapa sudah ada saja persoalan yang menghampiri. Hingga lupa oleh waktu, pada malam itu juga aku yang mudah terserang gupuh, seketika menghubungi dosen yang bersangkutan,.Meski aku tahu bahwa waktu di tanah air masih tepat untuk beristirahat. Untung bukan diuntung, aku masih memiliki berkas file tersebut ketika mengirim ke seorang teman.

Setelah menunggu cukup lama, akhirnya kami pun tiba di hotel sekitar pukul 2 dini hari. Setelah berbenah sebentar, pada pukul 3 kami mulai berjalan untuk ke Masjid Nabawi. Diterpa angin sedingin apapun rasanya tidak terasa, yang ada hanya senyum terpulas di wajah melihat begitu indahnya Nabawi di tengah malam begini. 

Sehari-hari, bila mampu, aku lebih memilih untuk menunaikan sholat 5 waktu di masjid ketimbang di hotel. Ya, bila mampu. Karena pada suatu waktu badan ini terasa begitu pegal karena efek dua hari setelah kedatangan aku sama sekali belum merebahkan badan ke pulau kapuk. Selain karena dihari pertama 5 kali bolak-balik hotel dan masjid dan siangnya mengunjungi beberapa tempat, kemudian malam harinya disusul dengan kami mengunjungi Raudhah, mimbar yang digunakan Rasul SAW untuk berkhutbah, dan baru selesai hingga pukul 1 pagi. Alhasil, punggungku sakit luar biasa. Dibuat jalan seolah tak mampu. Aku seperti membutuhkan penyangga yang memampukanku berjalan dengan kondisi punggung seperti ini. Siangnya aku sudah sedikit enakan usai Ibu memijatku (yang hingga buatku meringis bahkan menangis kesakitan).

Namun, itulah yang dinamakan cultur shock. Aku belum terbiasa berjalan 5 kali dalam sehari untuk bolak-balik hotel ke masjid. Di tanah air pun, aku lebih banyak menunaikan ibadahku di rumah. Setelah hari kedua, ketiga, keempat aku sudah mulai terbiasa dengan ritme waktu sholat dan perjalanan 5 kali sehari itu. Meski terkadang lelah, tetapi kenikmatan ketika telah berada di Nabawi terbayarkan sudah. Entahlah, tapi selalu muncul perasaan nyaman setiap kali aku menunaikan sholat di Nabawi. Seolah ada energi positif yang menyentuh batinku. Sehingga, berada di Nabawi adalah juga sekaligus sebagai ajang untuk berkontemplasi.

Waktu subuh adalah bagian terfavorit ketika berada di Madinah. Subuhku tidak pernah seindah saat berada di Nabawi. Dingin yang berusaha menembus tiap lapisan kulit, yang meski telah tertutup oleh berlapis-lapis pakaian, bukan lagi sebuah perkara. Setiap selesai menuntaskan sholat subuh, aku keluar dari Nabawi dengan senyum sumringah melihat hasil karya Allah. Ia melukiskan langit pagi yang indah di bumi angkasa Madinah. Lukisan itu begitu indah, ia terdiri dari semburat jingga dan gelap malam yang masih tersisa. Sebuah pagi terindah yang barangkali baru pertama kali ini aku temukan di belahan bumi ini.

Di Makkah, terkhususkan saat di Masjidil Haram, energi yang kurasakan berbeda dengan saat di Nabawi. Jika di Nabawi aku menemukan perasaan damai dan sejuk, maka di Masjidil Haram seolah rasanya aku ingin runtuh. Ya, ingin runtuh, karena aku tak kuasa. Aku yang begini, sebagai makhluk Allah yang masih banyak dilumuri dosa-dosa, malu rasanya ketika bersimpuh di rumahNya. Ingin aku memohon untuk dilepaskan dari segala keburukan yang mampu menghalangi jalanku untuk tetap lurus berada dalam koridorNya.

Saat mengelilingi sebuah kubus yang diselimuti kiswah berwarna hitam dengan hiasan lafal Qur'an berwarna emas, aku terpaku. Benda yang selama ini hanya bisa kusaksikan dari dunia maya kini berada persis didepan mataku. Menangis pun aku tak bisa, apalagi untuk berbicara, tersenyum bahkan tertawa, aku seolah sudah mati rasa. Sebagai seorang makhluk ciptaanNya, aku merasa begitu kecil berada dalam lautan manusia yang sedemikian rupa. Aku takjub melihat bagaimana manusia dari seluruh dunia yang berhiaskan perbedaan dipertemukan disini dengan saudara sesama muslim dan bagaimana mereka senantiasa mengingat, memohon ampun serta memanjatkan doa kepada Allah.

Ketika memiliki kesempatan untuk menyentuh Ka'bah seolah ada daya magis yang membuatku runtuh untuk kesekian kali. Sudah kaki ini runtuh, kali ini yang terserang adalah air mata. Tidak terasa air mata ini terus berlinangan memohon ampun ketika menyentuh rumahNya. Masih diberikan nafas dan kesehatan di setiap detik olehNya adalah sebuah karunia luar biasa yang sudah sepatutnya untuk disyukuri, terlebih kenikmatan dan rezeki lain yang sudah diberi. Sungguh tak pantas aku sebagai manusia jika masih ingin egois dalam perkara duniawi, ketika kita sendiri sesungguhnya sama di mata Allah. Pun, saat kita kembali nanti yang membedakan kami hanyalah sebuah ketaqwaan, bukan harta emas berlian ataupun uang yang bergelimangan. 

Doa yang kupanjatkan pun tak lebih dari sederhana selain hanya untuk memohon agar sekeluarga senantiasa diberikan kesehatan dan berada dalam perlindungan. Doa printil-printilan urusan pribadi juga tidak terlewatkan, mengingat masih banyak yang harus aku tuntaskan sebagai manusia. Karena seperti yang disampaikan Buya Hamka, jika hanya sekedar hidup dan kerja maka binatang pun bisa. Namun aku manusia, yang sejatinya diciptakan dengan pemberian akal pikiran, dan karenanya setidak-tidaknya seperti sebuah hadist, aku dapat memberikan manfaat kepada orang lain.

Dalam gelungan subuh yang sejuk nan mesra aku kembali berdoa, agar dapat diberikan lagi kesempatan untuk berkunjung ke rumahNya. Sekiranya aku akan kembali tidak sendiri, tidak pula bersama orang-orang yang di tahun ini telah menemani. Semoga, aku akan kembali dengan keluarga kecil dan Imam baruku nanti. Aamiin...

damai pagi di Nabawi yang selalu kurindukan

Selamat hari Jum'at, jangan lupa awali hari dengan senyum dan doa. See you on next post ^^

Rabu, 21 Desember 2016

Pejuang Pukul 3

Pada hari pertama saya mengikuti kelas ini, Perencanaan Program Public Relations (PPPR) saya seketika reflek untuk membentuk kelompok bersama teman-teman yang duduk disekitar saya. Karena...saya sih bukan tipikel orang yang punya tendensi berkelompok dengan teman dekat atau...dengan teman yang sekiranya menguntungkan. Jadi, ya bisa dibilang saya bukan orang yang riweuh untuk masalah pembentukan kelompok. Menurut saya sih...lil bit challenging ya... karena kan kita sekelompok bukan dengan teman dekat yang kita sendiri terkadang belum tahu bagaimana pola pikir dan cara kerja mereka. Tapi justru disitulah menariknya.

Menurut saya, pada momen berkelompok bukan dengan teman dekat, kita bisa berkesempatan semakin mengenal pribadi teman-teman yang unik dengan lebih baik. Apalagi kan...kalau sudah di bangku kuliah kita tidak cenderung bisa punya banyak waktu untuk 'bermain' dibandingkan saat SMA atau SMP dulu. Kita juga nggak bisa berinteraksi dengan seluruh teman seangkatan mengingat jumlahnya yang banyak. Lain bila seperti di sekolah dulu, mungkin satu kelas jumlah siswanya tidak sampai 50 anak, sehingga terdapat kesempatan yang lebih besar untuk saling menyapa dan bertukar cerita.

Pada awal perkuliahan kami mendapat banyak godaan yang menguji kesabaran. Dimulai pembentukan grup yang sedikit semrawut, salah mengerjakan tugas 3x berturut-turut (lah emang dikata hatrick?), sampai pada tahap terakhir yang kami kerjakan yaitui tahap evaluasi. Belajar dari kesalahan pada tugas sebelumnya, membuat kami selalu merasa butuh kerja lebih pada tugas-tugas berikutnya.

Ketika UTS tiba...lharrr...kelompok kami luar biasa hectic dan berpacu dalam melodi dengan deadline. Padahal kami sudah merencanakan sedemikian rupa untuk mulai mengerjakan UTS h-seminggu deadline pengumpulan, tapi apalah daya...semua itu hanya berujung wacana. Faktanya adalah kami mengerjakan UTS h-3 pengumpulan (hehe).

Selama 2 hari rumah saya sudah menjadi base camp dan...disitulah banyak hal-hal menarik yang terjadi diantara kami. Dimulai dari munculnya ide saat di meja makan hingga perseteruan dalam menentukan cara mana dan bagaimana yang harus digunakan. Bahkan...saat mengerjakan, ide-ide kami yang muncul dituliskan di whiteboard, (yha udah kaya mau. buka les-lesan aja kan). Mereka bahkan rela untuk bermalam dirumah saya daaan...kalo kata orang Jawa sih, sampek direwangi tidur jam 3 pagi. Kami hanya tidur selama 2 jam karena masih ada ujian yang paginya harus kami ikuti.

Bersyukurlah karena siang ini kami tahu bahwa buah hasil kerja kami yang dibumbui tangisan, keringat, tawa serta amarah (dan beberapa selingan gosip wk) itu berjalan memuaskan.

Jangan gegabah untuk ketawa-ketiwi karena masih ada UAS yang siap menanti.

Terimakasih dan semangaaattt! Y'all superb geng!!!

Senin, 21 November 2016

Mampir

Aku pikir aku tidak cukup lihai dalam mengontrol diri. Sudah dua hari ini aku hilang kendali karena tak tahu harus berbuat apa lagi. 

Pada suatu pagi di sebuah jalan yang sepi aku tengah sendiri. Di ujung gang aku berdiri seolah memberi pertanda ada seseorang yang sedang kunanti. Lalu munculah seorang lelaki datang menghampiri. Mulanya hanya bertegur sapa dan sekedar basa basi. Lambat laun aku mulai ia kunjungi dengan frekuensi yang cukup lumayan tinggi, setiap hari. Dari pagi hingga menuju pagi lagi kita saling bertukar informasi, karena selalu ada cerita yang bisa kita bagi. Terlalu asyik menyelami dirinya yang--menurutku--menarik, sampai buat bibir ini tak sadarkan diri melengkung seindah pelangi dengan raut muka secerah matahari.

Kemudian di suatu senja aku mulai tersadar jika sorot matanya sudah berbeda. Intonasinya kembali sedia kala seperti ketika awal pertama kali kita berjumpa. Dan di detik itulah semesta seolah berkata bahwa kemarin dia hanya bertandang saja. Tak ada sekalipun, meski hanya sekejap, rasa tersimpan yang membuat perutnya menggelitik manja. Iya...aku dan dia hanya sementara. Ups maaf, sepertinya aku salah memilih kata. Harusnya aku memilih diksi teman bercerita lantaran memang sesungguhnya tidak ada apa-apa diantara kita. Pada intinya, kita...teman biasa. (Meski beberapa kawan buru-buru berprasangka dibalik perilaku kita berdua. Karena nonverbal tidak bisa menipu, ujar mereka.)

Aku tak mengapa, tak ada sedikitpun goresan luka. Sebaliknya, semua ini yang kusadari hanyalah fana, telah sukses besar mengundang gelak tawa. Bila menangis, memangnya ada apa? Dan bila marah, memangnya aku siapa? Maka kuputuskan dengan mantap cara paling tepat untuk bersikap dibalik kefanaan ini adalah dengan tertawa. Yaaa...hitung-hitung senam muka yang dapat buatku tampak semakin awet muda.

Untungnya, aku dan dia sudah cukup dewasa untuk menghadapi sebuah realita. Entah ia berpura-pura ataukah tidak, yang terpenting disaat kita bertatap muka semuanya mengalir biasa begitu saja seperti dulu kala. Kita tidak enggan bertukar sapa, meski sebenarnya aku telah kehilangan muka di hadapannya. Tidak ada lagi bertukar kabar dan pandangan mata yang saling menghindar. 

Sekali lagi izinkan aku mengucapkan banyak maaf bila telah sering mengintervensi dan buat waktumu merugi. Terakhir, terimakasih karena telah sudi untuk mampir.